Lintas Nusantara, Muba.- Insiden Kebakaran penyulingan minyak ilegal (ilegal refenery)di Kecamatan Lawang Wetan, Jumat (19/9/2025), bukan hanya menyisakan bara api di lokasi kejadian, tetapi juga meninggalkan bara pertanyaan publik terhadap transparansi hukum Wilayah Kabupaten musi Banyuasin provinsi Sumatera Selatan.
Polemik mencuat ketika Polsek Babat Toman dan Polres Musi Banyuasin (Muba) diduga saling melempar tanggung jawab dalam penanganan kasus tersebut.
Kapolsek Babat Toman ketika dikonfirmasi media menegaskan ,perkara telah dilimpahkan ke Polres Musi Banyuasin. Hal yang sama juga ditegaskan Kanitreskrim Babat Toman , bahwa kasus tersebut sudah dalam proses penyelidikan dan diserahkan kepada Satreskrim Musi Banyuasin.
Namun, pernyataan itu paradoksal dengan adanya keterangan resmi Kasi Humas Polres Muba yang justru menyebut pihaknya masih menunggu pelimpahan dari Polsek Babat toman.
Kondisi ini bukan sekadar perbedaan teknis administratif, melainkan mengindikasikan adanya kelemahan koordinasi yang patut dipertanyakan.
Asumsi Publik pun berhak menilai, apakah ini sekadar miskomunikasi, atau terdapat indikasi janggal lain yang sengaja dibiarkan menggantung ?
Menyikapi Hal tersebut Seorang aktivis di Kabupaten Musi Banyuasin yang merupakan bagian dari Aktivis 9 Naga Hitam menyesalkan sikap saling lempar tersebut.
Menurutnya, hal itu berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum Dimusi Banyuasin.
“Publik butuh kejelasan. Jangan sampai ada kesan bahwa fakta-fakta justru ingin ditutup-tutupi,” ungkapnya.
Ironisnya, di tengah kebakaran yang belum jelas ujungnya, aktivitas penyulingan minyak ilegal disebut masih terus berlangsung seolah dibiarkan tumbuh berkembang menjamur disepanjang kawasan Pal 2 Babat toman, kawasan sungai Angit, Area kawasan Gombong mangun jaya,bahkan seputaran jalan Desa beruga Muara punjung semua itu terlihat jelas aktivitas aktip berlansung.
Bahkan, menurut laporan warga, aktivitas tersebut tetap beroperasi di siang hari, yang notabene masih berada dalam wilayah hukum Polsek Babat Toman.
Aktivis 9 Naga Hitam ini juga menilai kasus ini tidak bisa dianggap remeh.
“Ketika aparat penegak hukum saling melempar kewenangan, maka yang dipertaruhkan adalah kredibilitas institusi Hukum Daerah Musi Banyuasin.Publik akan melihat adanya disharmoni struktural, bahkan bisa menilai Daerah Musi Banyuasin gagal hadir dalam menegakkan hukum. Situasi seperti ini berbahaya karena menimbulkan ruang spekulasi,apakah penegakan hukum benar-benar bekerja atau justru tunduk pada kepentingan tertentu,” tegasnya.
Lebih dari itu Aktivis 9 Naga Hitam menambahkan, fenomena ini bisa menjadi preseden buruk secara nasional jika tidak segera ditangani serius.
“Kejadian di Muba ini harus dilihat bukan hanya sebagai kasus lokal, melainkan sebagai cermin rapuhnya integritas penegakan hukum di Sumsel. Bila dibiarkan, reputasi Hukum di Sumsel bisa tercoreng di mata nasional, apalagi menyangkut isu eksploitasi ilegal yang berhubungan dengan keselamatan lingkungan dan keamanan publik,” ujarnya.
Hingga kini, baik penyebab kebakaran maupun tindak lanjut penyelidikan di tingkat Polres Muba belum terungkap.
Kasus ini berpotensi menjadi noda hitam dalam sejarah penegakan hukum di Sumatera Selatan, sekaligus menimbulkan pertanyaan mendasar,apakah hukum masih tegak lurus, atau sudah melengkung oleh kepentingan segelintir tuan takur dibalik maraknya aktivitas minyak ilegal berlansung yang tak kasat mata.

0 Komentar